Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi personal maupun sosial, yang secara menyeluruh disebut sebagai kecakapan hidup (life skill). Yaitu, mereka yang menguasai dan memiliki ilmu (kognitif), yang dapat dimanfaatkan (psiko motorik–amal) dalam kehidupan dengan nilai-nilai ahlak mulia (afektif), sehingga mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai rahmatan lil‘alamin.
Mutu merupakan suatu yang dinamis dan tidak mutlak, bukan hanya merupakan suatu gagasan, melainkan suatu filosofi dan metodologi dalam membantu lembaga untuk mengelola perubahan secara totalitas dan sistemik, melalui perubahan nilai, visi, misi, dan tujuan.
Esensi dari peningkatan mutu, adalah perubahan budaya, dimana gagasan tentang mutu harus berada dalam hati dan pikiran guru-guru dan semua warga sekolah. Mutu bukan atribut dari suatu produk atau jasa. Dalam dunia pendidikan, mutu lulusan suatu sekolah dinilai berdasarkan kesesuaian kemampuan yang dimilikinya dengan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.
Mutu pendidikan mempunyai dua aspek yaitu: (1). Pengukuran kemampuan lulusan sesuai dengan tujuan sekolah yang ditetapkan dalam kurikulum, (2) Pengukuran terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pelanggan, yaitu orang tua siswa dan masyarakat.
Pengukuran mutu lulusan suatu sekolah berdasarkan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum disebut sebagai quality in fact. Dari sisi pelanggan yaitu orang tua siswa dan masyarakat, mutu pendidikan dapat didefinisikan sebagai pemenuhan selera dan kebutuhan pelanggan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat meningkatkan keinginan, minat dan kebutuhan mereka, dan disebut sebagai quality in perception.
Standar yang dipakai dalam pengukuran quality in fact adalah standar proses dan pelayanan yaitu yang sesuai dengan spesifikasi dalam perencanaan, cocok dengan tujuan pendidikan dan dilaksanakan dengan tanpa kesalahan. Standar yang dipakai dalam pengukuran quality in perception adalah standar pelanggan, yaitu kepuasan pelanggan yang dapat meningkatkan permintaan dan harapan pelanggan, yaitu orang tua siswa dan masyarakat lingkungan sekolah.
Dalam Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. ”
Definisi tersebut merupakan definisi yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia melalui pembelajaran dalam bentuk aktualisasi potensi peserta didik menjadi kemampuan atau kompetensi. Kemampuan yang harus mereka miliki, pertama adalah kekuatan spiritual keagamaan, atau nilai-nilai keagamaan yang tergambar dalam kemampuan pengendalian diri dan pembentukan kepribadian yang dapat diamalkan dalam bentuk ahlak mulia, sebagai suatu aktualisasi potensi emosional (EQ). Kedua, adalah kompetensi akademik sebagai aktualisasi potensi intelektual (IQ), dan ketiga adalah kompetensi psikomotorik (PM) yang dikembangkan dari potensi indrawi atau potensi fisik.
Konsep pendidikan berbasis kompetensi ini juga dijelaskan dalam Bab II Pasal 3 bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak muliaa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Prinsip penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diuraikan pada Pasal 4 UU Sisdiknas 2003, khusus pada ayat (2) dijelaskan bahwa : “Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multi makna”. Dalam penjelasan UU Sisdiknas 2003 diterangkan bahwa: ” …. Pendidikan multi makna adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup,” Prinsip penyelenggaraan kecakapan hidup ini berlaku untuk semua jalur pendidikan, baik formal, non formal, informal.
Guru tidak akan dapat menjadikan siswa menjadi pandai, sejalan dengan firman-Nya, bahwa Allah Swt tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri mengubah nasibnya. Demikian pula seseorang tidak akan memperoleh sesuatu kecuali apa yang diupayakannya (QS 53: 39). Bila siswa ingin menjadi orang yang pandai, maka ia sendirilah yang harus aktif belajar dan berlatih dengan fasilitas belajar yang disiapkan oleh guru.
Fungsi guru adalah mempromosikan fasilitas belajar siswa hingga siswa menyadari bahwa ia telah memiliki kecakapan, baik kecakapan proses, kecakapan akademik ataupun kecakapan kejuruan. Istilah mempromosikan adalah mengubah minat siswa dari tidak atau kurang mau belajar rnenjadi mau belajar. istilah lainnya adalah guru harus mampu memotivasi siswa. Dengan demikian guru disebut sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.
Agar kegiatan pembelajaran siswa terlaksana dengan efektif dan efisian, maka seluruh komponen pendidikan yang diperlukan dalam KBM harus dianalisis berdasarkan tuntutan program pembelajaran. Sekolah yang efektif dan efisien terlihat antara lain dalam pemanfaatan sarana pendidikan dengan utilization factor yang tinggi, yaitu antara 60% – 80%.
Meningkatkan fungsi ruang kelas yang bersifat umum menjadi spesifik, misalnya mengubah fungsi ruang yang digunakan bagi pembelajaran semua mata pelajaran, menjadi ruang yang berfungsi khusus untuk suatu mata pelajaran tertentu. Misalnya, ruang khusus untuk mata pelajaran IPA, dapat meningkatkan mutu pembelajaran IPA, karena ruang tersebut dikondisikan secara khusus untuk mata pelajaran IPA, antara lain dengan melengkapi ruang tersebut dengan buku-buku yang diperlukannya, dan media pembelajaran yang dibutuhkan guru bagi peragaan, dan juga bahan bagi siswa dalam berdiskusi.
Ruang tersebut dapat dilengkapi dengan gambar-gambar hiasan dinding yang dapat mengingatkan dan memotivasi siswa belajar. Desain ruang teori seperti ini memungkinkan terjadinya pembelajaran siswa secara aktif, dan meningkatkan fungsi guru sebagai manajer kelas, yang bertugas menyiapkan fasilitas pembelajaran yang kondusif bagi siswa. Dengan fungsi-fungsi kelas yang spesifik, maka siswa tidak lagi menempati ruang kelas yang tetap melainkan berpindah sesuai dengan jadwal. Penyelenggaraan pembelajaran seperti ini disebut dengan pola moving class, karena kelompok belajar siswa yang berpindah dari satu kelas ke kelas yang lain, sedangkan guru bertugas mengelola kelas sesuai dengan mata pelajarannya.
Lulusan yang bermutu dapat dicapai dengan proses pembelajaran yang bermutu, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).
Ditulis Oleh:
Dr. Sutarto, M.SKepala SMK Nida El-Adabi
No Responses